Tak Selamanya Blackberry Itu Indah #2

Suatu pagi di gym, bertempat di ruang locker. Saya duduk di sebuah bangku kayu, sambil membuka sepatu fitness yang saya pakai, sambil menyeka keringat yang membasahi sekujur tubuh saya- yang nggak six pack-six pack juga walau sudah bertahun-tahun fitness itu, saya sibuk mengutak-atik Blackberry saya. Tidak ada yang penting, hanya sekedar melihat update status Facebook teman-teman di pagi hari yang isinya paling-paling hanya seputar masalah ‘malas bangun’, ‘sibuk menyemangati diri sendiri’ dan ‘stress menghadapi banyaknya kegiatan hari itu’.

Tiba-tiba saya dikejutkan oleh sebuah suara aneh didekat saya.

“…shayya herran dengan owrang Indenezya.. khemaryin shayya lunch diy rezteran, dan shayya lihat semwa owrang tertunduk kepaanya.. you know, zibuk dengan Blackberry mereka sendiri…”

Ya, kurang lebih begitulah bunyi suara itu. Aneh, kan? Hehehe. Setelah saya menengadahkan kepala dan berusaha mencari  dari mana asal muasal suara itu, terkejutlah saya ketika mengetahui bahwa sesosok laki-laki tua berambut putih sudah stand by di depan saya. Ternyata ada seorang bapak-bapak bule yang baru saja masuk ke dalam locker room, dan langsung mencoba beramah-tamah dengan membuka sebuah perbincangan tentang Blackberry karena melihat saya kelihatan asyik sendiri memainkan benda mungil itu.

Saya lupa siapa nama bapak-bapak bule itu. Tapi yang saya ingat, ketika kami kemudian berkenalan, dia mengaku seorang kepala sekolah di sebuah sekolah internasional di Jogja. Ya, tapi sudahlah.. itu tidak penting. Yang penting kemudian adalah kami berbincang cukup seru mengenai kelakuan orang-orang Indonesia (dalam hal ini : Jogja) yang sedang dilanda menjamurnya alat komunikasi bernama Blackberry dan juga handphone-handphone lain yang bentuknya 11-12 dengan Blackberry.

Jadi si mister ini kemudian melanjutkan keheranannya itu. Dimana pada suatu hari ketika dia makan di sebuah restoran, dia melihat semua orang sibuk mengutak-atik Blackberry yang dimilikinya, padahal mereka sedang berhada-hadapan dan duduk dengan teman-teman lainnya di satu meja yang sama. Dan teman-temannya itupun sama saja, sibuk cengar-cengir sendiri sambil memainkan ponsel dan Blackberry mereka. Bahkan ketika kemudian makanan yang mereka pesan datang, mereka pun sama sekali tidak menghentikan kegiatan mereka itu, tapi tetap men-double tasking diri mereka : tangan kanan bergantidan digunakan untuk makan sambil bermain Blackberry. Luar biasa.

Si Bapak ini pun mengambil sebuah kesimpulan, bahwa orang-orang kita sepertinya banyak yang kaget dengan yang namanya perkembangan teknologi, sehingga kemajuan teknologi itu akhirnya mengalahkan budaya dan sifat empati dasar yang dimiliki mereka. Contohnya ya itu tadi : hilangnya esensi kebersamaan di meja makan. Saat makan bersama adalah saat atau momen dimana kita bisa saling mendekatkan diri satu sama lain, dengan cara berkomunikasi dan bertatap muka secara langsung. Tapi sekarang, silakan dilihat sendiri. Semua orang seakan sibuk berkomunikasi dengan orang yang ada di dalam friend list di handhpone atau Blakcberry mereka, dan mendiamkan orang yang  jelas-jelas nyata ada di depan atau sebelah mereka.

I couldn’t be more agree. Karena apa yang di’keluh’kan oleh si bapak bule ini sebenarnya juga pernah terjadi pada saya. Dulu, ketika awal-awal memiliki Blackberry, bukan main betapa sibuknya saya mengutak-atik tuts dan trackbll-nya. Kapanpun. Di rumah, di kantor, di jalan, di Mal, bahkan sampai di kamar mandi sekalipun. Termasuk ketika sedang makan bersama salah seorang teman saya, Gat.  Sampai akhirnya, teman saya itu marah dan bahkan mengancam,

“…. lama-lama gue buang tu Blackberry nya!”

Pertama-tama, saya kira dia hanya bercanda saja. Karena dia  orangnya memang suka rada-rada judes. Hehehe. Saya hanya nyengir saja mendapat ancaman darinya itu, tapi setelah ancaman itu berulangkali terlontar dari mulutnya dan saya tidak menggubrisnya dan tetap sibuk dengan benda itu, dia akhirnya dia benar-benar gusar dan kamipun terlibat sebuah pertengkaran yang cukup hebat. Dan menyebalkan, tentu saja.

Dengan langsung dia mengatakan kalau apa yang saya lakukan itu adalah sangat-sangat tidak sopan. Tidak menghargai orang lain, dalam hal ini tentu saja dirinya. Bayangkan, dia mengajak saya ngobrol, tapi mata saya tertuju pada Blackberry di genggaman saya, bukan ke matanya. Walaupun saya tetap memberikan jawaban atau komentar dari pertanyaan-pertanyaannya, tapi tetap saja itu bukanlah sebuah hal yang sopan dilakukan. Makan bersama, kapanpun dan dimanapun itu dilakukan, adalah saat-saat yang dilakukan dengan semangat kebersamaan. Entah itu hanya dilakukan berdua, bertiga, atau lebih. Lain halnya kalau kita sedang makan sendirian.

Dia benar. Saya kemudian meminta maaf, dan kami membuat sebuah kesepakatan. Tidak menerima atau membalas SMS dan telepon ketika sedang makan, kecuali kita sedang dalam keadaan menunggu panggilan penting dan keadaan emergency lainnya. Itupun harus diberitahukan sebelumnya. Terdengar berlebihan ya? Memang. Awalnya memang saya berpikiran,

Apaan sih ni orang… ??

Tapi toh, lama kelamaan kebiasaan itu akhirnya terbawa sampai sekarang. Saya tidak pernah  lagi mengutak-atik Blackberry saya ketika sedang dalam keadaan makan bersama, tidak hanya dengan dia, tapi juga dengan siapapun. Karena memang sterlihat aneh sekali, ketika saya melihat ke sekeliling saya, melihat ada 2 orang yang sedang berada dalam satu meja, tapi tidak ada komunikasi sama sekali diantara mereka. Coba, untuk apa mereka makan bersama?

Kembali lagi ke bapak bula itu tadi, sepertinya memang benar. Dulu jamannya HP hanya bisa dipakai untuk telepon dan SMS, orang jarang sekali terlihat sibuk memainkan HP mereka. Sekarang, ketika mereka bisa mengakses Facebook, Email, Twitter dan teman-temannya itu melalui HP mereka dimanapun dan kapanpun, mereka seperti semakin tenggelam dalam dunianya sendiri, dan melupakan dunia nyata tempat mereka sesungguhnya hidup dan bersosialisasi.

Tanpa bermaksud sok tahu, tapi sekarang setiap kali ada yang meng-add kan PIN Blackberry nya kepada saya, saya selalu menuliskan pesan kepadanya,

Welcome to Blackberry world. Be careful, you’ll be addicted 🙂

Terserah dia mengartikan perkataan saya itu seperti apa. Tapi memang benar. We should be careful. And wiser also. Teknologi yang satu ini benar-benar bisa sangat mempengaruhi kebiasaan seseorang. Bukti paling up to date, teman saya yang dulu ngamuk-ngamuk itu, dulunya sama sekali anti dengan Blackberry dan lebih menyukai komunikatornya yang sudah lecet sana sini. Tapi ketika kemudian baru-baru ini dia akhirnya menyerah dan berganti ke Blackberry, ternyata malah gantian dia yang sering sibuk mengutak-atik benda itu ketika kami pergi makan. Dia seolah lupa dengan aksi protesnya dulu. Tapi ya saya diamkan saja. Lagi senang-senangnya, barangkali 🙂

Semua ada waktu dan tempatnya, lah ya. Ada saat dimana kita bebas jungkir balik sibuk dan menganggap benda-benda mati itu sebagai manusia teman kita, tapi ada juga saat dimana kita harus memanusiakan manusia yang ada di hadapan kita, dan tidak menganggap mereka sebagai benda mati.

Tulisan ini juga buat Ndut yang akhirnya juga memutuskan AKAN beralih ke Blackberry. Awas ya! Gue nggak rela kalau nantinya becandaan dan aksi nyacat kita terganggu oleh kehadiran benda itu diantara kita….. Wakakakkaak...

17 comments so far

  1. anyin on

    kunjungan pertama.. mirip dengan template salah satu teman saya 🙂

    hahahahahha… so entertaining 😀

    • ryudeka on

      Terimakasih…
      Sering-sering berkunjung, ya 😀

  2. alle on

    selain di meja makan, kebanyakan orang aktif memainkan trackball saat khutbah didendangkan di rumah ibadah. benar2 tidak sopan! 😛

    • ryudeka on

      Lebih sopan lagi kalau ternyat trackball dimainkan oleh orang yang sedang khotbah! Heheheh…

  3. Irni on

    hmmmm… sebenarnya bukan masalah blackberry nya, tapi yah kembali ke personal masing-masing, HP yang bukan blackberry pun bisa update status or cuma sekedar cek inbox… well, apapun itu, saya rasa kesadaran individual aja, bisa menempatkan posisi kapan dan dimana.

    • ryudeka on

      Iya, Bu. Ampun.. Ampun.. 🙂

  4. didot on

    “Dengan langsung dia mengatakan kalau apa yang saya lakukan itu adalah sangat-sangat tidak sopan. Tidak menghargai orang lain, dalam hal ini tentu saja dirinya. Bayangkan, dia mengajak saya ngobrol, tapi mata saya tertuju pada Blackberry di genggaman saya, bukan ke matanya. Walaupun saya tetap memberikan jawaban atau komentar dari pertanyaan-pertanyaannya, tapi tetap saja itu bukanlah sebuah hal yang sopan dilakukan.”

    part ini memang bener banget dan gw setuju banget.

    sampai hari ini saya belum juga memakai BB,karena saya udah males chatting,chat di FB aja saya selalu matiin,di YM selalu invisible,terus ngapain saya punya BB?? bukan gak mampu,tapi buat saya sesuai kebutuhan aja,saya punya nomer CDMA buat telepon2an murah kok kalo memang perlu ngobrol,dan kalo bener2 perlu juga bisa buka YM untuk chat seandainya lawan bicara berada di luar kota.

    well , i just hope that if one day i started using Blackberry ,i wont do all the stuff that annoy people like myself:)

    • ryudeka on

      Right..
      Jangan mau di perbudak teknologi ya, Boss…

    • yessymuchtar on

      jadi lo selama ini invisible ???BAGOSSSSSSSSS!!!!

  5. Lia on

    bener tuch mas ganteng, kenapa aku juga ga berminat buat pake BB, lah ngeliat temen sendiri yg nyuekin kita ketika makan dan ngopi bareng karena keasikan ber-BB ria udah bikin naik darah,gak lagi2 deh nambahin jadi pelanggan BB. aku cukup bahagia dgn hp jadulku dan cukup eneq Ol seharian di kantor, ga perlu lagi ol disaat2 kita butuh ketemu ‘manusia’ secara nyata.

    tapi emang bener sich, tergantung kesadaran manusianya juga, gimana bijak memanfaatkan BB (ternyata klo diliat2 kebanyakan temen2ku berarti blm bijak ya menggunakan BB *hugh*)

    • ryudeka on

      Iya.. apalagi kalo ngeliat orang yang kemana-mana ‘nenteng2’ BB dan HP sekaligus di satu tangan ya, Mbak.. Wakakaka.. *wink wink*

  6. Alexander Dandy Widiarko on

    Waaa…..ada posting baru! *Loncat-loncat* apa sih….

    Jadi inget kalo gue pernah ngalamin hal yang sama ama sohib gue. Dia ngambek gara-gara gue ngeliat BB terus menerus. Untungnya gak berantem sih…..

    tapi setelah dipikir-pikir emang kayaknya masyarakat (termasuk kita donk ya?) gampang banget terbius ama teknologi. Yah gimana yaaaa…..efek dari negera yang berkembang barangkali. 🙂

    Kemarinan gue juga baru nulis di blog gue…..berandai-andai kalo gak ada BB….hihii…..mampir donk.

  7. Huang on

    *siap menampung BB-nya mas deka :D*

  8. Adit on

    Blackberry

    “Mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat”

    😀

  9. resa on

    ah menohok gw banget neh hahaah….pernah sempet bb gw disita temen gara gara autis sedang jalan2 bareng…tapi setuju emng ga sopan dan ga menganggap teman didepan mata ada

  10. dian on

    mas mas… aku tulis lagi dong.
    kamu belum membuat tulisan tentang legenda beredarnya video dewasa lho..
    ayo tooo…

  11. rizazmiy on

    Sekarang kta memang sedang dilanda kecanduan dunia maya. Saya jg seperti itu, beberapa temen sempet jengkel kalo saya terlalu asyik dg hp n nyuekin mereka. Lagi berusaha berubah nih 🙂


Leave a reply to Huang Cancel reply