Pindahan…

Hey!

I’ll meet you guys at www.ryudeka.com ya ..

Akhirnya…

….. meninggalkan 2009 juga.

Ketika kita sudah berada di akhir, pasti kita selalu berusaha mengenang dan mengingat lagi segala sesuatu yang ada di awal. Bagaimana kita dulu memulainya. Dan bagaimana kita menjalaninya, hingga akhirnya sampailah kita di ‘akhir’ ini. Sama dengan saya. Saya menulis post ini tepat di malam menjelang pergantian tahun 2009 ke 2010. Tidak ada perayaan apapun, karena memang tidak ingin. Tidak ada keramaian, karena sehari-haripun hidup saya sudah ramai dengan berbagai keramaian dan masalah :D. Ya begini inilah. Akhir tahun hanya ingin membuat sebuah penutup untuk segala up and down dan riuh rendahnya kehidupan.

Ketika benar-benar sudah sampai di penghujung tahun, barulah saya berpikir lagi,

“Gue udah ngapain aja ya tahun ini? Kok kayaknya nggak ada yang keinget lagi..”.

Ya tentu saja, siapa sih yang bisa mengingat dengan detail apa yang sudah kita alami selama 12 bulan? 365 hari, lho! Jangankan hari sebanyak itu, apa yang terjadi 3 minggu yang lalu saja mungkin kita sudah tidak ingat lagi. Kalau sudah begini, saya kemudian malah mempertanyakan segala tetek-bengek resolusi tahun 2009 yang saya buat diawal tahun lalu, yang -seperti tahun-tahun sebelumnya, menguap entah kenapa before I know it!

Satu yang saya masih ingat adalah ketika malam pergantian tahun 2008 ke 2009 yang lalu, saya pun tidak melakukan apapun untuk merayakannya. Selepas makan malam, saya malah langsung tidur. Karena keesokan harinya, jam 4 Subuh, saya sudah harus langsung kabur ke arah Magelang, menuju Candi Borobudur. Ya, saya memang harus berangkat sepagi itu supaya tidak ketinggalan menyaksikan munculnya sinar matahari pagi. Waktu itu ceritanya saya ingin sok-sok an berfilosofi ingin menyaksikan the first sunrise of 2009. Ingin menyakiskan sinar matahari pertama di tahun 2009. Biar gimanaaa, gitu kesannya. Sambil memandangi sinar matahari pagi, sambil merenung, berkontemplasi merencanakan resolusi tahun baru. Dan tempat yang paling pas untuk mewujudkan niat saya itu, dimana lagi kalau bukan di puncak Candi Borobudur.

Akhirnya, jam 4.30 saya sampai di Hotel Manohara *sumpah, ini hotel beneran sudah ada sejak dahulu kala dan bukan terinspirasi dari mbak Manohara Odelia Pinot itu*. Dengan berbekal Senter, saya dan beberapa turis asal Jepang mulai menaiki setapak demi setapak bangunan Candi itu. Sekilas, memang seperti orang yang kurang kerjaan sekali. Mirip orang ronda, tapi dengan busana yang modis. Hehehe. Tapi disitulah serunya. Disaat orang-orang lain mungkin jam segitu baru mulai tidur setelah lebai berdugem dan berpesta pora, saya malah sudah memulai aktivitas padi dengan menaiki Candi Borobudur.

Sesampainya di puncak, saya mencoba memandang sekeliling Candi sambil mengambil nafas panjang. Seperti adegan di sinetron-sinetron itu, lah. Berjalan mengelilingi puncak candi, dan akhirnya terduduk bersila dan mulai mencoba menunggu datangnya sang sinar mentari di awal tahun yang saya tunggu-tunggu. Kalau dilukiskan dalam sebuah gambar, beginilah kurang lebih adegannya :

Lebai, memang. Read more »

10 Life Lessons from My Mother

Semasa hidupnya, Ibu selalu mengajari saya untuk….

1. Selalu menjaga kerapihan dan  kebersihan
Terdengar standar dan simpel sekali, memang. Tapi dari apa yang diajarkannya kepada anak-anaknya sejak kami masih kecil, kami menjadi terbiasa untuk hidup dalam keteraturan, kerapihan dan kebersihan.  Tidak hanya kebersihan dan kerapihan kamar dan rumah, tapi juga kerapihan pribadi. Karena beliau percaya, kebiasaan untuk selalu menjaga akan memberikan pengaruh yang sangat besar bagi seseorangn untuk menata hidupnya.

2. Menghargai orang lain dengan berusaha memenuhi setiap undangan yang diberikan kepada kita.
Seperti yang sudah pernah saya tuliskan disini, Ibu selalu menjadi orang yang paling bersemangat untuk menghadiri setiap undangan yang ditujukan kepadanya. Bahkan untuk undangan yang mengambil tempat di luar kota sekalipun, beliau selalu lebih dini mempersiapkan segala sesuatunya. Baginya, ketika seseorang sudah mempertimbangkan dan akhirnya memutuskan untuk memasukkan nama kita sebagai satu dari ratusan tamu yang diundang, maka itu adalah sebuah kehormatan yang harus dijaga. Sekalipun kita tidak bisa mengadirinya karena sebuah alasan, maka Ibu selalu berusaha mendatangi pihak yang mengundang sebelum atau sesudah hari H, atau bahkan sekedar mewakilkan kehadirannya melalui sebuah kado yang dititipkannya.

3. Selalu mengingat hari ulang tahun orang-orang terdekat
Saya berani jamin, di keluarga kami, hanya almarhum ibu lah yang paling hafal diluar kepala tanggal-tanggal lahir anggota keluarganya. Tidak hanya hari kelahiran suami dan anak-anaknya, tapi sampai tanggal lahir menantu dan cucu-cucunya, beliau hafal semua. Bahkan beliau lah yang paling lebih dulu mengingatkan kepada kami melaui SMS atau telepon, ketika ada salah satu anggota keluarga yang hari itu berulangtahun. Beliau juga yang selalu berinisiatif untuk ‘menggalang dana’ untuk memberikan kado ala kadarnya.

“… seikhlasnya aja.. yang penting perhatiannya..”.

Kini setelah beliau tidak ada, entah siapa yang akan bisa melanjutkan tradisi maha baik ini…..

4. Selalu menjaga kedekatan dengan tetangga
Kami tinggal di sebuah kompleks perumahan di dekat sebuah perkampungan di Magelang. Suasana kekeluargaannya masih sangat dekat sekali. Ibu lah yang semasa hidupnya selalu mengajak kami untuk bersikap ramah dan baik kepada tetangga kami, ibu juga yang selalu mewanti-wanti kami untuk selalu ikut serta dalam setiap kegiatan kampung. Dan Ibulah yang selalu  rajin mewakili ayah jika beliau berhalangan hadir dalam sebuah acara di kampung. Itulah yang membuatnya sangat dihormati di lingkungan tempat tinggal kami. Menurutnya, para tetangga lah yang kelak pertama  kali akan kita mintai pertolongan dan akan memberikan pertolongan dikala kita sedang membutuhkanya.

Ibu juga yang mengajak beberapa perempuan di sekitar rumah untuk membantunya dalam usaha konveksi kecil-kecilan dirumah, supaya mereka memiliki kegiatan yang bisa menghasilkan dan membantu keuangan rumah tangga mereka walau tidak banyak. Boleh percaya boleh tidak, usaha konveksi itu sama sekali belum menghasilkan balik modal. Tapi entah darimana, ibu selalu memiliki anggaran untuk menggaji karyawan-karyawannya itu.  Sehingga saya hanya bisa tertegun, ketika Ibu meninggal satu bulan yang lalu, setiap ibu-ibu di sekitar rumah saya semuanya datang menghampiri saya, menangis, dan berkata,

“….ibu  niku tiyang sae, Mas Andre…. (Ibu itu orang baik, ,Mas Andre) ”.

Ya, ibu memang orang yang baik. Sangat baik. Read more »

LeaveLunaAlone

Saya simpati pada Luna Maya.

Simpati dalam arti, saya cukup bisa membayangkan bagaimana perasaan ‘gerah’ dan ‘geram’nya dia karena kemana pun langkahnya pergi, selalu diikuti dan dikejar oleh para wartawan pekerja infotainment. Tapi mau bilang apa? She has a high value. Dia memang masih (atau sedang) punya nilai berita yang tinggi. Jadi apapun yang dia lakukan, kapan dan dimanapun, suka atau tidak, pasti akan (dan sepertinya harus) dijadikan berita.

Hingga suatu pagi, saya sempat heran melihat liputan sebuah infotainment, yang menayangkan berita tentang Luna yang pulang dari menonton premiere film SANG PEMIMPI, sambil menggendong Alea, putri dari Ariel Peterpan yang tertidur dipundaknya. Saya heran karena melihat belasan wartawan pekerja infotainment lengkap dengan para kameramen-nya lempeng-lempeng saja mengerumuni Luna yang terlihat agak kerepotan berjalan sambil menggendong anak kecil itu (belum biasa kali, ya 😀 ), sambil berulangkali berkata,

“… iya nanti aja ya didepan ngobrolnya….”

Mungkin yang dimaksud oleh Luna adalah, ia ingin agar interview dilakukan nanti, ketika ia sudah sendirian, tanpa harus ada anak kecil yang sedang tertidur di pelukannya, dan di tempat yang lebih decent, lebih enak untuk melakukan wawancara.

taken from detikhot...as written on the picture 😀

Tapi ya namanya juga wartawan pekerja Infotainment. Melihat dan mewawancarai Luna yang sedang menggendong anak dari pacarnya itu, tentu saja VALUE- nya lebih luar biasa dibandingkan dengan mengambil gambar dan mewawancarainya sendirian saja. Ya toh? Itu mah sudah biasa. Makanya permintaan Luna itupun sepertinya tidak digubris, dan ia terus dikuntit hingga terjadi peristiwa tersenggolnya kepala Alea pada kamera salah satu wartawan pekerja infotainment itu.

Mungkin dari situlah, kenapa ketika Luna menepati janjinya untuk melakukan wawancara sendirian di tempat yang sudah dijanjikan itu, dia terlihat sangat sangat jutek. Terlihat jelas sekali bahwa dia sangat marah, sebal dan malas menjawab segala macam pertanyaan wartawan infotainment. Sampai akhirnya di siang hariinya, saya membaca update di Twitter tentang aksi tulisan Luna yang memaki-maki para wartawan infotainment itu secara vulgar, kasar dan emosional sekali.

Ya begitulah kalau orang sedang marah, dan kehabisan kesabaran. Segalanya menjadi tidak terkontrol. Saya yakin sekali, ketika dia mengetikkan kata per kata di akun Twitter-nya itu, Luna pasti sedang dalam keadaan yang marah sekali. Dan kata-kata makian itu keluar begitu saja, tanpa sempat tersaring dan tanpa pertimbangan dan kesadaran sama sekali.

Kenapa saya bisa (sok) yakin seperti itu? Read more »

Tak Selamanya Blackberry Itu Indah #2

Suatu pagi di gym, bertempat di ruang locker. Saya duduk di sebuah bangku kayu, sambil membuka sepatu fitness yang saya pakai, sambil menyeka keringat yang membasahi sekujur tubuh saya- yang nggak six pack-six pack juga walau sudah bertahun-tahun fitness itu, saya sibuk mengutak-atik Blackberry saya. Tidak ada yang penting, hanya sekedar melihat update status Facebook teman-teman di pagi hari yang isinya paling-paling hanya seputar masalah ‘malas bangun’, ‘sibuk menyemangati diri sendiri’ dan ‘stress menghadapi banyaknya kegiatan hari itu’.

Tiba-tiba saya dikejutkan oleh sebuah suara aneh didekat saya.

“…shayya herran dengan owrang Indenezya.. khemaryin shayya lunch diy rezteran, dan shayya lihat semwa owrang tertunduk kepaanya.. you know, zibuk dengan Blackberry mereka sendiri…”

Ya, kurang lebih begitulah bunyi suara itu. Aneh, kan? Hehehe. Setelah saya menengadahkan kepala dan berusaha mencari  dari mana asal muasal suara itu, terkejutlah saya ketika mengetahui bahwa sesosok laki-laki tua berambut putih sudah stand by di depan saya. Ternyata ada seorang bapak-bapak bule yang baru saja masuk ke dalam locker room, dan langsung mencoba beramah-tamah dengan membuka sebuah perbincangan tentang Blackberry karena melihat saya kelihatan asyik sendiri memainkan benda mungil itu.

Saya lupa siapa nama bapak-bapak bule itu. Tapi yang saya ingat, ketika kami kemudian berkenalan, dia mengaku seorang kepala sekolah di sebuah sekolah internasional di Jogja. Ya, tapi sudahlah.. itu tidak penting. Yang penting kemudian adalah kami berbincang cukup seru mengenai kelakuan orang-orang Indonesia (dalam hal ini : Jogja) yang sedang dilanda menjamurnya alat komunikasi bernama Blackberry dan juga handphone-handphone lain yang bentuknya 11-12 dengan Blackberry.

Jadi si mister ini kemudian melanjutkan keheranannya itu. Dimana pada suatu hari ketika dia makan di sebuah restoran, dia melihat semua orang sibuk mengutak-atik Blackberry yang dimilikinya, padahal mereka sedang berhada-hadapan dan duduk dengan teman-teman lainnya di satu meja yang sama. Dan teman-temannya itupun sama saja, sibuk cengar-cengir sendiri sambil memainkan ponsel dan Blackberry mereka. Bahkan ketika kemudian makanan yang mereka pesan datang, mereka pun sama sekali tidak menghentikan kegiatan mereka itu, tapi tetap men-double tasking diri mereka : tangan kanan bergantidan digunakan untuk makan sambil bermain Blackberry. Luar biasa. Read more »

Nice Try!

Siang kemarin, sekitar jam 12.30.

Saya : Halo….
081382508916 : Halo.. selamat siang..
Saya : Selamat siang..
081382508916 : Hei.. apa kabar?
Saya : Mmm.. baik.
081382508916 : Lupa ya?
Saya : Mmm… sorry, ini siapa ya?
081382508916 : Gitu ya… Temen lama dilupain. Masa nggak inget sih?
Saya : Waduh.. sori-sori. Memangnya ini siapa?
081382508916 : Yudi.
Saya : Yudi? Yudi yang mana ya?
081382508916 : Yudi- Yudi…
Saya : Iya, Yudi yang mana ya..
081382508916 : Alahhh.. Yudi .. Masa temen satu SMA dilupain sih… Yang dari Akpol…

Terdiam sesaat mencoba mengingat-ingat teman-teman SMA yang bernama depan atau bernama panggilan Yudi.. Saya memang punya teman SMA bernama Yudi. Ada dua, malah. Yudi Kartika dan Yudi Handoyo. Dan mencoba mengingat-ingat apakah diantara kedua nama itu ada yang berasal dari Akpol.  Tapi suara si penelepon ini benar-benar terdengar asing di telinga saya. Dan seumur-umur kami berteman, sepertinya saya tidak pernah sama sekali ditelepon atau menelepon Yudi-Yudi teman saya itu. . Maklum, kami terakhir bertemu adalah ketika kami kelas 3 SMA, dan waktu itu yang namanya Handphone belum happening, ya 😀

Saya : Mmm.. Yudi… Yudi Kartika, bukan?
081382508916 : Iyaaaa…
Saya : Masa sih?
081382508916 : Yaah.. memang kenapa? Beneran lupa ya?
Saya : Yudi Kartika yang di IPS 1? Bukannya kamu di bank, ya kerjanya?
081382508916 : Iya.. Sebelumnya kan 2 kali aku daftar ke Akpol dan gagal terus… Makanya terus nyerah, dan pindah nyoba ke bank… Inget, nggak?

Makin bingung. Kok makin nggak nyambung gini sih obrolannya.

Saya : Ooooo… Sorry, Yud… aku kok agak-agak lupa ya.. pangling suaranya…
081382508916 : Iya gapapa, lah. Disimpen ya Bos… Ini nomor baru ku. Aku ganti pakai nomer yang ini, sekarang.
Saya : Oh.. Ok. Baiklah… *padahal saya sama sekali belum pernah punya nomor lamanya*. Gimana kabarnya, Yud? *mencoba ramah walau tetap dalam kebingungan yang amat sangat*
081382508916 : Baik. Kamu apa kabar?
Saya : Baik juga.
081382508916 : Lagi dimana, Boss
Saya : Mmm.. di kantor.
081382508916 : Lagi sibuk, nggak?
Saya : Mmmm.. Lumayan. Gimana?
081382508916 : Boleh dong diganggu sebentar. Kapan yuk kita bisa ketemuan langsung. Biar bisa akrab dan silaturahmi..

Hhhhh… mulai nih. Kebingungan sekarang mulai menjurus kearah kecurigaan… Read more »

Dilarang Melarang

Saya boleh heran, nggak? 🙂

Boleh ya. Sebenarnya rasa heran saya ini sudah cukup lama munculnya. Tapi mungkin baru sekarang bisa saya utarakan dan tuliskan, karena tahap keheranan saya sudah meningkat dari sekedar heran saja menjadi amat sangat heran sekali.

Saya heran, darimana sih asalnya hingga kemudian ada pihak yang bisa dengan percaya dirinya melarang dan memutuskan bahwa film “2012” itu haram ditonton? Kalau informasi yang saya dapatkan sih, pengharaman itu muncul karena ditakutkan nantinya banyak umat beragama akan langsung percaya bahwa tahun 2012 besok adalah tahun terjadinya kiamat. Sedangkan agama mengajarkan bahwa yang berhak mengetahui kapan tepatnya terjadinya kiamat adalah hanya sang Pencipta. Dan dengan percaya bahwa tahun tertentu (dalam hal ini adalah tahun 2012 ini) adalah tahun dimana kiamat akan datang, adalah haram hukumnya. Dosa. Jadi kesimpulannya, jangan menonton film 2012. Supaya kita terhindar dari dosa.

Dan saya yakin, puluhan penonton yang mencoba tidak perduli dengan pengharaman itu dan tetap menonton film itu beberapa hari yang lalu (termasuk saya) pasti merasa lega, karena kami semua terhindar dari yang namanya dosa. Karena kami langsung yakin dan percaya, bahwa 2012 bukanlah tahun dimana dunia akan kiamat. Karena film itu sama sekali tidak menceritakan hal itu. Sama sekali.

Saya heran, apakah mereka yang membuat pengharaman itu, sebelumnya sudah melihat terlebih dulu film ‘2012’ ini? Atau mereka hanya terpancing melihat trailernya, atau melihat liputan tentang ramalam 2012 di infotainment yang secara asal menggabungkan antara film “2012” dengan pengetahuan sepotong-sepotong mengenai ramalan kiamat versi bangsa Maya dan dibumbui dengan menampilkan ramalan paranormal papan atas negeri ini plus tidak ketinggalan tambahan tanggapan para ulama itu? Karena kalau mereka sudah melihat film “2012” dari awal sampai akhir, mereka pasti akan malu sekali karena telah secara sok tahu dan gegabah membuat pengharaman. Lha wong filmnya sama sekali bukan tentang kiamat, kok..

Saya bukannya ingin mendiskreditkan pihak tertentu. Kalaupun ada yang merasa seperti itu, saya minta maaf. Tapi please.. mbok ya kalau mau membuat sebuah keputusan (apalagi itu menyangkut kepentingan orang banyak), dipikirkan benar-benar terlebih dulu.

Ini bukan yang pertama kali munculnya larangan terhadap sesuatu yang sedang menjadi trend atau hot issue di masyarakat. Read more »

‘Kakak’

Tidak ada gosip yang lebih seru daripada gosip di tempat kerja.

Betul? Hehehe. Ya, setelah beberapa kali bergonta-ganti dan berpindah-pindah tempat kerja, saya akhirnya semakin tahu, bahwa salah satu hal yang seru dan selalu dinanti (dan menjadi hiburan tersendiri ditengah terjangan deadline pekerjaan setiap harinya) adalah acara membahas gosip-gosip terbaru yang terjadi di lingkungan kerja kita. Bahkan mungkin bukan hanya gosip yang ‘terbaru’. Gosip-gosip lama pun biasanya tetap bisa menarik untuk dibahas, tinggal membumbuinya lagi dengan sedikit variasi saja   🙂

Walau, tentu saja, tidak semua orang suka dengan yang namanya gosip. Mungkin dianggap bisa menganggu konsentrasi bekerja, atau bahkan bisa merubah suasana kantor menjadi tidak kondusif atau apapun alasan lainnya. Tapi biasanya, toh ketika para karyawan sedang berkumpul makan siang, misalnya, walaupun awalnya yang dibicarakan adalah hal-hal seputar update berita terbaru yang terjadi, pasti ada saat dimana topik tentang gosip di kantor pun keluar juga. Dan mereka yang mengaku tidak suka bergosip itupun biasanya tetap ikut bergabung, walau hanya memilih sebagai pendengar saja. Tetap aja berdosanya, to?? Hehehe.

Dan serunya sialnya, biasanya yang sering menjadi korban bahan omongan kita para karyawan adalah seseorang yang memiliki level dan posisi lebih tinggi atau bahkan tertinggi di kantor. Si Bos.

Dimana-mana juga sama, sudah jadi kebiasaan umum. Ketika para pekerja atau karyawan sedang berkumpul, topik yang paling sering diperbincangkan pasti adalah tentang atasannya. Apapun. Semua dikupas setuntas mungkin. Mulai dari A sampai Z. Mulai dari yang ada hubungannya dengan kinerja dan kebijakan-kebijakan yang dibuatnya di kantor, sampai dengan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan sama sekali, misalnya tentang wangi parfumnya yang aneh, hobinya memakai kacamata hitam didalam ruangan ataupuan gosip seputar rumah tangganya. Tanpa ampun, pokoknya. Pokoknya semua hal-hal ‘aneh’ yang dimiliki oleh si Bos sampai yang paling kecil sekalipun, anak buahnya bisa tahu. Tahu betulan atau cuma sok-sok an tahu biar gosipnya makin seru, ya nggak tahu juga.

Read more »

30

What’s so special about me being 30?

Very.

Saya sendiri setengah tidak percaya, kalau akhirnya pada 21 November lalu, sampai juga di usia kepala 3 ini. Alhamdulillahi rabbil alamin. Tuhan masih mempercayai saya untuk bisa sampai di usia yang kata banyak orang adalah usia kemapanan. Dengan segala arti atau pemahamannya. Karena beberapa minggu sebelum ulang tahun, sempat terpikir juga dalam pikiran saya : akan seperti apakah saya (dan kehidupan saya) ketika umur sudah memasuki angka 30 dan (jika Tuhan mengijinkan) melanjutkan ke bilangan 31, 32, 33 dan seterusnya itu nanti.

Yang pasti, saya bukan lagi anak usia duapuluhan yang katanya identik dengan pencarian jati diri, yang masih mencoba memastikan sepenuh hati jalan manakah yang akan dipilih untuk masa seumur hidupnya nanti. Sekarang saya sudah harus masuk ke usia dimana pencarian itu harus sudah menemukan ujungnya, dan saya harus mencoba untuk mensyukurinya dengan melakukan dan memberikan apapun yang terbaik dari diri saya. 30 adalah masa memulai proses kematangan.

Dan ternyata Tuhan sepertinya tidak sabar memberikan hadiah ‘proses kematangan’ itu untuk saya. Sang pencipta saya itu sepertinya ingin menyegerakan saya untuk memulai proses kedewasaan itu, bahkan sebelum saya benar-benar genap berusia 30. Proses itu dimulai tepat 2 hari sebelum ulangtahun saya, dengan cara  memanggil kembali Ibu saya ke pangkuannya. Dua hari sebelum ulangtahun saya yang ke 30.

Tepat di usia ke-30, saya harus kehilangan salah satu sumber kekuatan dan doa terbesar saya. Seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya, saya bahkan tidak meminta hadiah apapun untuk ulangtahun saya, selain kesembuhan beliau.  Tidak pernah sekalipun saya membayangkan ini akan terjadi, walau saya juga sudah bersiap dengan segala yang terburuk pun.  Saya tahu, memasuki usia 30 adalah suatu pemberian Tuhan yang ‘besar’ buat saya. Tapi kenapa Tuhan juga mengambil sesuatu yang ‘besar’ juga artinya buat saya. It’s kind of weird. It’s kind of unfair also. But it happened. And it was real. Dan tidak ada pilihan lain bagi saya, selain belajar menerimanya.

Ada perasaan yang tidak nyaman sekali merasakan ulangtahun dalam keadaan duka yang mendalam. Ada perasaan gamang juga melihat 143 pesan Facebook di home screen Blackberry saya, menanti saya buka satu persatu. Tapi tidak saya lakukan. Saya biarkan saja. Bukan karena malas membacanya satu persatu. Tapi lebih pada perasaan belum siap membaca ucapan penuh kegembiraan dan  syukur atas bertambahnya usia, sementara  pesan dibawahnya menuliskan  ucapan-ucapan turut berbela sungkawa.  Allahu Akbar… Should I be happy or should I be sad? Akhirnya saya hanya mendiamkan saja pesan-pesan itu terus bertambah. Jujur dalam hati yang paling dalam, saya juga bisa merasakan bagaimana teman-teman saya itu juga setengah mati kebingungan memilih kalimat yang ‘aman’ untuk menjaga perasaan saya. Read more »

The Last Prayer

Tuhan, untuk ulangtahun ku ke 30 minggu depan, aku tidak meminta apapun sebagai hadiah… hanya kesehatan dan kesadaran Ibu tercinta.. supaya dia bisa mengucapkan selamat ulangtahun dan mengirimkan doanya untukku. Amin.

Adalah doa yang saya tuliskan dan panjatkan pada hari Sabtu 14 November 2009 di ruang tunggu UGD Rumah Sakit Kariadi Semarang, tepat satu minggu sebelum saya merayakan ulangtahun saya yang ke-30.a

Dalam suasana hati yang kalut dan perih, setelah melihat kondisi ibu yang tidak sadarkan diri seolah menyerah dengan beratnya kanker yang sudah menyerang livernya. Sungguh, disaat-saat seperti itu tidak ada yang bisa kita lakukan. Dalam segala kelemahan itu, hanya doa yang bisa dipanjatkan, sambil berharap dan memaksa Sang Khalik mau bermurah hati memperlihatkan dan mempercepat mukjizat miliknya untuk menyadarkan Ibu.

Kamis 19 November 2009 jam 20.45, Ibu menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Saya hanya terdiam mendengarkan Ayah dan kedua kakak saya menangis.

Saya hanya diam. Tanpa mampu lagi menangis. Hanya terasa kerongkongan yang tercekat, tertahan dalam luapan kepedihan genangan airmata yang bahkan tidak sempat terjatuh. Mencoba memahami sekuat tenaga, inilah realita yang ada di depan mata saya. Terbujur diam dan kaku.

Saya seharusnya marah. Tuhan tidak mengabulkan permintaan saya. Dia bahkan tidak sedikitpun memberikan kuasanya untuk sejenak membuat Ibu tersadar dihadapan saya, berbicara sepatah dua patah kata, apapun untuk menenangkan hati saya.

Saya tahu,saya punya hak untuk marah kepada Tuhan. Kemana perginya Sang Maha Mendengar setiap doa umatnya? Kemana hilangnya Sang Maha Pemberi itu??

Tapi saya tidak marah. Sama sekali.

Dalam diam, dalam pijakan kaki yang melemah, saya seolah mendapatkan kekuatan. Saya sadar, saya hanyalah seorang mahluk. Saya tidak punya hak untuk memerintah dan memaksakan kehendak kepada Sang Khalik, Penguasa saya. Saya hanya mampu meminta. Dan saya tahu, bukankah kalau ada yang meminta sesuatu kepada kita, kita akan memberinya sesuai kehendak kita atau bahkan tidak memberinya sama sekali? Mengapa kalau kita memohon kepadaNya, Dia kita haruskan memberi sesuai kehendak kita? Saya hanya memohon kepadaNya. Dia pasti akan memberikan sesua dengan kehendakNya.

Tuhan memang tidak memberikan apa yang saya mohonkan minggu lalu itu. Tapi ternyata Tuhan memberikan dan mengabulkan doa saya yang lain.

Setelah Shalat Isya, dengan segala hati dan pikiran yang berserah, saya memohon supaya Ibu diringankan penderitaannya.

Dan tepat setelah saya memanjatkan doa itu, Tuhan benar-benar mengabulkan doa saya…….

……. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun.…..